Mengatasi Kejenuhan dan Rindu di Perantauan

by - May 19, 2017



Hai, kawan. Hari ini saya akan mencoba berbagi pengalaman bagaimana caranya mengatasi kejenuhan dan rindu di perantauan sebagai istri dan ibu anak-anak

Kehidupan di perantauan yang jauh dari orang tua dan saudara bukan lagi hal yang baru buat saya dan keluarga. Asam garamnya hidup di perantauan sudah kami rasakan mulai di awal 2005. Belum lama memang, masih 12 tahun

Seperti yang beberapa kali saya ceritakan di FB saya, bagaimana saya berpindah dari Semarang kota kelahiran saya kemudian ke Kediri di Jawa Timur tahun 2005 saat anak pertama berusia 9 bulan,  Banjarmasin di Kalimantan Selatan, Samarinda di Kalimantan Timur, Pekanbaru di Riau, Jakarta ( meski tinggalnya di Tangerang Selatan ) dan saat ini saya beserta keluarga tinggal di Medan ibukota Sumatera Utara

Hidup merantau bagi sebagian orang Indonesia bukanlah pilihan terbaik. Seperti kata orang Jawa " Kumpul gak kumpul sing penting mangan " yang artinya kumpul tidak kumpul yang penting makan. Tapi terkadang sebuah keadaan mengharuskan kita mempunyai kehidupan agak berbeda dari orang lain, yaitu menjadi perantau.  Atau plus berpindah-pindah ( nomaden ) seperti saya

Kejenuhan sebetulnya hal yang umum dihadapi oleh setiap manusia. Tidak ada manusia yang bisa menghindar dari rasa jenuh. Wajar dan manusiawi. Yang menjadi tidak wajar adalah jika setiap saat  merasa jenuh entah karena sebab apa, seolah hidup tidak ada warna lain selain kejenuhan itu sendiri

****

Merantau dan jauh dari orangtua serta saudara, sangat bisa menimbulkan kejenuhan dan rindu. Tips di bawah ini adalah cara saya menghadapi kejenuhan dan kerinduan :

1. Berdamai dengan diri sendiri

Menerima keadaan harus berjauhan dari orangtua dan saudara adalah kunci utama. Penolakan, tidak menerima dan rasa marah mungkin akan terjadi di awal-awal. Alhamdulillah saya sampai sekarang tidak pernah mengalaminya. Mungkin karena pada dasarnya saya adalah orang yang suka dengan hal-hal yang baru

Jangan coba berandai-andai,  " Coba aku gak ikut suami merantau, pasti aku masih bisa kerja " atau " Ahh, kalau aku masih disana kan aku bisa main sama kawan "

2. Coba untuk mengenali potensi diri dan menggalinya

Agak susah memang untuk mengenali potensi diri dan menggalinya. Mungkin butuh waktu. Coba dan coba terus. Mungkin jika kita suka masak, coba untuk mengembangkannya dengan kursus. Siapa tahu bisa menjadi lahan pemasukan. Menyalurkan potensi sekaligus menambah pundi-pundi rupiah. Atau yang suka menulis seperti saya. Latihan terus sambil bertanya sana sini supaya kualitas tulisan menjadi lebih baik dari hari ke hari

Atau jika kita termasuk orang yang merasa gak punya bakat apa-apa. Masak gak bisa, jualan apalagi. Liat si ini punya usaha makin maju aja. Liat si ono sibuk kesana sini dengan organisasinya. Sementara kita ngendon di rumah sehari-hari dengan baju daster sebagai baju kebesaran yang terkadang bau terasi

Don't worry darla ... lihatlah senyum anak kita mengembang saat melihat kita dan bagaimana mereka seringkali mencium kita secara tiba-tiba sambil mengucapkan " I love you, mama". Heyyy, itu artinya kita sudah berhasil menjadi ibu yang hebat buat mereka

3. Selalu bersyukur dan mengurangi keluhan

Kata- kata di atas terasa klise banget yak. Tapi percaya deh, semakin kita mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari semuanya akan terasa ringan. Coba sering- sering katakan ke suami atau anak , " Makasih, sayang " saat mereka melakukan hal yang membuat kita bahagia

Meskipun ada masalah, semua terasa ringan. Tapi coba kalau tiap hari kita mengeluh melulu. Masalah yang beratnya gak sampai sebiji kacang hijau bakal berasa mengangkat gunung aja di pundak. Gak enak kan jadinya

4. Cepatlah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru

Perbedaan bahasa, karakter orang, budaya hingga makanan adalah hal yang pasti dihadapi sebagai orang baru. Saya juga mengalaminya. Seperti sempat merasa Kediri kota kecil amat ya, kok nasi di Banjarmasin keras amat sih, air di Samarinda kotor amat ya, Pekanbaru panasnya hot jeletot, Jakarta yang macetnya aduhai atau di Medan yang lalu lintasnya ampun dah

Semakin cepat kita beradaptasi akan membuat kita cepat merasa bahwa ini adalah rumah kita. Bergaul dengan orang sekitar. Ngobrol ini itu. Jangan sampe bertahun-tahun hidup di perantauan kita gak kenal tetangga depan atau samping rumah. Saudara terdekat kita adalah tetangga kita saat ini

Jalan-jalan dengan keluarga juga bisa jadi salah satu cara untuk cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Jadi bisa tahu banyak tempat baru dan hati jadi senang

5. Buat rumah sebagai tempat yang paling nyaman

Meski tinggal di perantauan jangan sampai kita merasa tidak nyaman dengan rumah kita. Hidupkan suasana keceriaan di rumah dengan anak dan suami. Biasakan berkomunikasi dan berbagi cerita dengan mereka. Saling bertanya tentang apa yang terjadi pada hari itu. Melakukan kegiatan di rumah bersama seperti menyapu, mengepel dan masih banyak lagi

Nah kalau sedang marah gimana ? Wajar setiap orang pasti bisa marah. Tapi jangan marah-marah terus ya nanti cepat tua ... hahaha ( itu yang sering saya bilang ke suami atau anak kalo mereka sedang marah, dan mereka pun akan sama demikian ke saya ). Semakin sering marah maka suasana rumah akan menjadi panas dan semakin membuat kita gak betah. Gak mau kayak gitu kan?

6. Berkomunikasi dengan orangtua, saudara atau sahabat di kampung halaman 

Rasa sepi, rindu yang teramat sangat akan kampung halaman hingga jenuh biasa menghinggapi para perantau. Bersyukurlah kita saat ini adalah bahwa sarana berkomunikasi sudah sangat memadai. Bisa what app, facebook, line dan masih banyak lagi aplikasi yang memudahkan kita melihat wajah orang-orang tersayang. Gak hanya lewat suara saja. Tidak seperti perantau jaman dulu yang musti berkirim surat ( yang entah kapan sampai  )

Meski semua itu tidak mampu menggantikan sentuhan jika berjumpa langsung dengan orang terkasih nun jauh disana, tapi sudah sangat membantu mengatasi rasa rindu dan mengurangi kejenuhan

7. Jangan meminta banyak kepada suami hal-hal di luar kemampuannya

Ketika berada di perantauan, rasa rindu kepada mereka yang terkasih akan menghinggapi. Saat kemampuan suami segini, jangan meminta lebih. Pengennya mudik terus biar ketemu keluarga. Kalau bisa setahun sekali mudik. Ya kalau mudiknya dekat, gak butuh banyak ongkos. Gimana kalau mudiknya jauh dan memerlukan biaya yang harga tiketnya aja cukup buat membeli motor setiap kali mudik ?

Jangan sedih, banyak kok yang malah bisa bertahun-tahun gak mudik sama sekali karena keterbatasan dana. Jujur ya, saya sendiri selama di luar Jawa dari 2006 hingga sekarang. Mudik saat Lebaran itu baru 3 kali. Tahun 2009 saat di Banjarmasin, 2013 saat di Jakarta dan setahun lalu mudik dari Medan di tahun 2016

Kalaupun rasa rindu itu ada, jika memungkinkan minta orangtua kita buat berkunjung. Membelikan tiket orangtua untuk datang jauh lebih murah daripada kita yang mudik kesana. Atau mudiknya disaat hari biasa jadi tiket agak lebih murah, memang siy berbeda rasanya dengan mudik saat Lebaran. Tapi yang penting pulang kampung kan

Jangan sampai ya, keinginan kita untuk selalu mudik menjadi tuntutan berlebih untuk suami. Yang menyebabkan suami melakukan hal-hal yang bisa merugikan kita sendiri kelak

8. Pasangan adalah tempat terbaik untuk berbagi perasaan

Banyak suami istri yang tidak menyadari bahwa pasangan mereka adalah tempat terbaik untuk berbagi perasaaan. Saat kita merasa sedih atau senang, berbagilah kepada mereka. Dengan mengungkapkan ganjalan di hati, minimal akan membuat kita merasa ringan

Kalau pasangan gak paham gimana ? Atau kita merasa selalu berseberangan dengan pasangan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan mungkin berakhir dengan pertengkaran? Yang pertama, coba instropeksi diri kita sendiri dahulu sebagai istri. Perbaiki kekurangan kita dahulu. Setelah itu sambil berjalannya waktu, cobalah untuk lebih saling mengenal dan memahami pasangan masing-masing. Memperbaiki cara berkomunikasi dan bersikap dengan pasangan adalah cara terbaik

Gimana caranya ? Banyak kok, tinggal kita rajin-rajin saja mencari tahu. Bisa lewat buku, artikel di internet atau datang ke seminar. Cara paling mudah ya belajar dari orang-orang sekitar kita

9. Sadarilah bahwa rumahmu saat ini adalah yang engkau tinggali sekarang

Terkadang berjauhan dengan orang tua dan saudara membuat kita merasa bahwa kita jauh dari rumah. Heyyy, wake up ... bangun Moms. Rumahmu sekarang itu ya disini bukan disana

Rumah yang pernah menjadi tempat engkau dibesarkan "bukan" lagi rumahmu. Disinilah engkau membangun kehidupan saat ini bersama anak dan suami. Disinilah engkau merajut mimpi dan harapan bersama mereka. Dan disinilah hati kita seharusnya berada

10. Ciptakan kebahagiaanmu sendiri

Banyak cara untuk menjadi bahagia. Bahkan gak ada rumus baku tentang bahagia itu sendiri. Let's find you own happiness, darla. Terus kembangkan senyum bahagiamu bersama anak dan suami

***

Semoga postingan ini bisa membantu para mommy yang sedang menemani tugas dinas suami di perantauan. Have fun with your family, berpetualanglah dan ciptakan cerita indah bersama keluarga di perantauan
 😍😍😍








You May Also Like

10 comments

  1. Mbak biasa pindah-pindah ya. Salam kenal aku asli kediri.mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mb. Saya sempat juga di Kediri 14 bulan. Salam kenal juga dari Medan

      Delete
  2. Di awal menikah aku masih ikut suami berpindah-pindah tugas. Sampai si sulung kelas 1 semester dua, balik ke kampung. Mikirnya sih karena baru setahun sudah kena mutasi jadi pulang kampung saja. Dan tempat tugas suami nggak jauh. Pernah sekali merasakan lebaran nggak mudik. Rasanya aneh, kangen, sepi. Tapi alhamdulillah tetangga-tetangga baik.

    Dimanapun berada, kita tetap mendukung suami.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju, mb Nur. Dukungan istri dan keluarga itu penting buat suami saat bertugas

      Delete
  3. Waktu suamiku pindah kerja ke Batam, aku memutuskan untuk ngga ikut. Alasannya karena ada bisnis salon kecantikan yang sayang untuk ditinggalin di Medan. Akhirnya ya LDM selama 4 tahun. Bergantian aja pulang ke Medan atau nuju ke Batam. Aku ngga kebayang gimana rasanya harus tinggal berpindah-pindah gitu. Repot pasti. Adaptasi lagi. Tapi mungkin itu bagian dari suka duka hidup berumahtangga ya, Dila😀. Harus siap dan ikhlas.

    mollyta.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah Mb Molly malah pernah LDM ya. Kalo saya mungkin gak sanggup sampai 4 tahun begitu

      Delete
  4. Saya juga perantau, jauh dr keluarga mbak di Jkt. Ada enaknya, ada enggaknya.
    Tapi gmn lagi, rezekinya msh di sini jd jalani aja dengan syukur yak hehe TFS

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apapun kalo kita bersyukur, hidup terasa lebih luas lagi

      Delete
  5. aduuuh, sama banget, aku juga perantauan dan udah nyobain juga tips2nya walau masih ada yg kurang2 dikit. hehe, semangat buat kita yg di perantauan yaa^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pasti ada yang kurang, mb. Tapi in sya'a Allah kalo kita semangat , semua itu jadi menyenangkan

      Delete